tua ? dewasa?

Menjadi tua itu otomatis, menjadi dewasa adalah pilihan.
Mungkin sebagian besar dari kamu-kamu pernah mendengar kalimat bijak tersebut.
haha, see?
Dengan munculnya kata 'pilihan' mengingatkan saya pada post sebelumnya.
Memilih, pilihan. Ya, begitulah hidup.

Banyak dari kita (ya, salah satunya saya sendiri) diajar dan digembleng oleh masalah, situasi, bahkan orang lain agar bisa jadi pribadi yang makin dewasa.
Mungkin banyak pula bacaan yang sudah kita lahap dan kita serap ilmunya demi mencapai citra dewasa tersebut.
Tak ada salahnya memang untuk membekali diri agar lebih dewasa.

Namun, bagaimana proses kita mencapai kata 'dewasa' itu?

Pernah tidak kamu mengalami masa dimana kamu ingin memberontak?
(Dulu, ada saat dimana kamu menganggap bahwa ucapan ayah atau ibu itu benar, dan selalu berterima di otak kita. Namun, seiring pertambahan angka hidup, kamu mulai merasakan ketidak-berterimaan)
(Dulu, ada saat dimana kamu selalu percaya dan akhirnya menuruti ucapan ayah atau ibu, bahwa hal ini tidak baik dan harus dihindari, ini yang lebih baik dan harus dikerjakan. Dan lagi, seiring pertambahan angka hidup, kamu mulai memilahnya sendiri (bahwa hal ini baik, buruk, lepas dari pendapat orang tua)
(Dulu, ada saat dimana kamu masih merasa nyaman atas sikap turut campur ayah atau ibu dalam hal pribadi (per-pacar-an maupun per-teman-an. Namun, seiring pertambahan usia kamu mulai membatasi itu sebagai ruang privasi)
Dan saat ayah atau ibu membuat suatu batasan dan aturan mengenai hidup kamu.
Pada posisi itulah, kamu mulai mempertimbangkan hak pribadi kamu sebagai individu bebas.
Memberontak. Yah.
Ketidak-berterimaan nalar, pemilahan, dan hak privasi.
Sebagai pertimbangan atas pemberontakan.

Apakah 'pemberontakan' ini menunjukan ke-dewasa-an seseorang?
Jawabannya, bisa 'iya' bisa juga 'tidak.
tapi menjelaskan iya maupun tidak itu, saya tak tahu.
haha. entahlah !

*saya dan warung pasta*

No comments:

Post a Comment