A Fragile Heart..

Tadi malam, tangisku pecah..
Iya, saat berada di pangkuan suamiku, tangisku pecah tak tertahankan.
Begitu sesegukan, mungkin karena aku sudah tidak tahan untuk menahannya sendiri.
Dia memelukku erat sambil sesekali mengusap kepalaku dengan lembut.
Dia terdiam, iya.. tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya.
Ku dengar nafasnya yang tenang, yang pada akhirnya menenangkan aku.
Ku selesaikan tangisanku, dan ku peluk lagi dirinya dengan erat.
Dalam hatiku aku kecewa, aku marah, tapi entah pada siapa?
Itu yang membuatku kesal.

Effortless Effort?

Rangkaian demi rangkaian usaha telah ku jalani.
Dimulai dari Laparoskopi yang dilakukan pada bulan Desember 2017.
Setelahnya rangkaian terapi pun ku jalani,
satu bulan,
dua bulan,
hingga bulan ketiga.
Tiga suntikan ku terima demi menjaga agar Endometriosis-nya tidak tumbuh lagi.
Puluhan butir obat,
kapsul, tablet, telah ku habiskan.
Pengharapan, doa, pun tak lupa selalu ku panjatkan.
Peluh, serta tangis tak luput dari diri ini.
Tapi ku selalu yakin, bahwa saat itu akan datang padaku.

Di bulan ke-5 di tahun 2018, kami mulai rangkaian program kehamilan.
Hari pertama di masa menstrual ku.
Pertama, diresepkan obat hormon bernama Profertil untuk ku minum sekali dua dalam sehari selama 5 hari dimulai pada hari ke-3 masa menstrualku. Suamiku diresepkan vitamin Imbumin.
Kedua, di hari ke-10, aku dijadwalkan untuk melakukan Hydro-tubasi (proses memasukan cairan antibiotik kedalam vagina untuk mengobati sekaligus mengecek apakah ada sumbatan dalam saluran tuba). Rasa perih dan "kemeng" ku tahan, ku hirup nafas dalam-dalam karena ya begitu adanya.. perih tak tertahankan! Dokter sesekali bertanya bagian mana yang dirasa lebih perih karena menurut penjelasannya bagian sakit itu merupakan titik penyumbatan.
Ku deskripsikan bahwa rasa perih itu hanya kurasai di tengah saja, dan itu menandakan bahwa tidak ada sumbatan di saluran kanan dan kiri.
Setelahnya, dua jam harus ku tunggu untuk melihat reaksi tubuhku atas antibiotik yang tadi dimasukkan.
Ternyata benar, seketika muncul bentol-bentol kecil yang berubah menjadi bentol besar.
Alergi! Obat anti alergi pun lalu disuntikan lewat bokongku.
Ketiga, di hari ke-13 waktunya mengecek sel telurku. USG Transvaginal.
Kala itu ada 3 sel telur yang menurut dokter sudah dalam keadaan sangat baik di saluran indung telur kananku (ukurannya 3.7cm), namun masih PCO bagian kiriku. Setelahnya ku terima suntikan Ovidrel (pemecah telur) di perut.
Keempat, hari ke-14 dan ke-16, aku dan suami dijadwalkan untuk bersenggama.
Semua rangkaian tersebut sudah selesaikan dengan baik.
Aku menunggu, semua gejala kurasai.
Sakit payudara,
Kram perut,
Sakit kepala,
Sensitif terhadap bau-bauan,
kesemuanya menunjukan gejala-gejala yang aku maui.
Namun ternyata hasil berkata lain.
Di bulan ke-6, tamu bulananku masih datang..
Sedih?
Bukan main.
Aku coba menghubungi dokter via whatsapp namun tak ada jawaban, akhirnya ku putuskan untuk booking jadwal konsultasi.

Bulan ke-6.
Tepat di hari ke-3 masaa menstrualku, rangkaian pun ku mulai lagi dari awal.
Profertil masih diresepkan untuk ku minum lagi selama 5 hari di waktu menstrualku, juga Glucophage dan Asam Folat yang menjadi pendamping setia.
Hari ke-5 dan ke-6, dua suntikan Gonal-F ku terima di bagian perutku, juga proses Irigation (proses pembersihan vagina untuk membuka jalan sperma menuju rahim), tidak ada rasa sakit, hanya sensasi dingin dalam vagina.
Hari ke-13, proses pengecekan sel telur, seperti biasanya, USG Tranvaginal.
Seperti sebelumnya, sudah ada tiga buah sel telur dalam kondisi sangat baik di sisi kiriku (dengan ukuran 3.17 cm), namun dokter sedikit merasa kecewa karena tidak ada sel telur di sisi kananku. Namun, alhamdulilah masih ada sel telur yang menunjukan bahwa kondisiku tidak ada masalah, subur jelasnya. Suntikan Ovidrel pun tidak lupa ku terima di perutku.
Dan seperti sebelumnya lagi, di hari ke-14 dan ke-16 adalah jadwal bersenggama.
Oya, saat sesi terakhir aku menerangkan bahwa aku mengalami keputihan dan gatal di bagian vagina, lalu dokter melakukan proses irigasi kembali dan menambahkan injeksi cairan NaCl untuk membunuh bakteri yang menyebabkan keputihan tersebut.
Semua rangkaian telah kulakukan dengan baik lagi kali ini.
Dokter dengan sangat santai menerangkan bahwa tugasku dan suami juga dirinya hanya berusaha, Tuhan lah yang punya KUASA.
Berdoalah dengan sungguh-sungguh, pintanya.

Dengan harapan baru, semangat baru.
Berdoa.
Berharap.
Berbaik sangka.
Kesemuanya telah kulakukan.

Namun hari ini,
semua gugur lagi,
hati ini hancur,
ku ingin marah.
ku kecewa.
pilu!

Sabar?
ku sudah menabung itu sejak lama..
rasa-rasanya sudah menggunung.
Apalagi yang harus ku lakukan?
Pintaku sudah dengan sungguh-sungguh.
Pintaku dengan sangat.

Pintamu untuk ku tetap tegar.
Pintamu untuk ku tetap sabar.
Pintamu untuk tetap bertahan,
agar jangan runtuh pengharapanku,
agar jangan runtuh keyakinanku.
Jika itu maumu,
baiklah.
Kita lakukan sama-sama.








Heart - broken

Hai.
Apa kabar?
Kabarku kini sedang tak baik.
Iya, banyak sekali yang ku rasai saat ini.
Pernah kamu berusaha sudah begitu banyak tapi hasil yang kamu harap tak kunjung datang?
Sedih?
Kecewa?
Marah?
Campur aduk!
Tapi entah pada siapa semua perasaan itu harus ditumpahkan?
Diri sendiri?
Suami?
Tuhan?

Ketika rangkaian usaha telah dilakukan, dengan gigih.
Namun hasil akhir tidak sesuai dengan pengharapan yang sudah diatur sedemikian rupa.
Rasanya hancur, tak berkeping.
Orang lain dengan mudahnya melontarkan kata "sabar" banyak-banyak padaku.
Tapi, apa mereka tahu perasaanku? 
Apa mereka benar-benar mau mendengarkan keluhanku?
Setidaknya, hati ini butuh didengar tangisannya. 
Hati ini merasa sakit,
pun kecewa.
Apa salah?