Distance-d.

Semacam kehilangan sesuatu..
Bukan barang ataupun orang, melainkan jarak.
Jarak yang tadinya tanpa celah, kini berubah menjadi kabur--tak terukur.
hmm..
Entahlah.
Awalnya, saya tidak merasa ada kelainan dengan jarak itu. Namun, kata-kata yang ditujukan tanpa arah itu kadang membuat kesal.
Rasanya ingin membungkamnya sedemikian rupa agar tak bicara kesana-kemari.
Sedih terkadang.
Tapi yasudahlaaah.. mungkin jarak itu yang tanpa sengaja saya ciptakan sendiri. Atau mungkin mereka? Yah. keduanya bisa saja.

Kata-kata yang terlontar seakan memproyeksikan anggapan mengenai pilihan yang telah diambil.
Bahwa, sangatlah salah merasa 'berbahagia'.
Lantas?

Sampai saat ini.
Jarak itu semakin terasa dibuat-buat.
Seolah memisahkan antara satu dengan yang lain, membuatnya tak memiliki kesempatan untuk bertemu muka satu sama lain.
Mungkin itu cara terbaik yang diambil. Tapi benar begitu?
Oh. yaaaahhh.. sepertinya hal itu berakar pada keberadaan si salah yang mungkin bisa menciptakan jarak diantara si empunya anggapan itu.
Entahlah..
Sedih.

Jarak itu.
Ya jarak itu.
Ah lupakan.
Rasanya akan lebih baik bila jarak itu ditiadakan.
Lebih baik? oh. barangkali.


caci-mencuci diri.

Disinilah, saya berdiri, mencaci diri.
Membiarkan dagu menengadah, menghadap langit yang terbatas. Yah.. langit-langit kamar maksudnya.
cubicle berukuran 3x4 meter yang menjadi tempat saya menghamburkan nafas semalaman.
Entah apa lah itu yang mengendap-endap masuk ke pikiran saya, yang pasti sekarang saya agak cemas. ah, tak jelas! tapi bikin cemas. ah selaluu..
Dalam hal ini, saya mulai mencaci.
Diri yang terbiasa cemas akan sesuatu yang tak jelas, payah.
Selalu.
mencoba menghindar tapi tetap saja si cemas yang berjaya.
Saat ini, kembali mencaci.
Hal yang seharusnya tak nampak malah menghabiskan ruang gerak dan nafas sehingga membuat rongga dada yang seharusnya terisi cukup udara pun protes dengan sesaknya.
lelah mencaci, akhirnya diri mengakui...
Bahwa saya (memang) sangat payah dalam hal ini.


Ceritanya Jokjakarta


JOKJAKARTA
saya, adik dan dia

Tiket adalah hal yang paling penting untuk mengawali langkah saya dan adik di negeri orang. Tanpa adanya si kertas ini, acara melancong pun terancam gagal, dan kami pun pasti kokosehan jadinya. Akhirnya, 21 Juni 2011 menjadi kali pertama saya melakukan perjalanan jauh bersama adik.


yiha! sampailah saya pada tempatnya. Tempat tujuan kami untuk sekadar menghela nafas. Membiarkan rongga dada sedikit mengembang, karena sudah sangat sering mengempis. Stasiun Tugu pukul 00. 45 WIB, seperti ada yang mengalirkan sungai dalam tubuh saya. Arusnya deras dari hulu, orang sih acapkali menyebutnya Rindu. Peluk hangat yang diharap pun terbayar dengan setitik senyum. Ah.. kamuu.


Kalo mampir ke Jokja, rasanya gak afdol kalo gak nengok Candi Prambanan. Makanya, pada hari kedua misi pelancongan, kami (saya, adik, dan juga pacar) memutuskan untuk sedikit melipir ke arah timur Jokjakarta, Yah, cukup dengan ongkos 3500 perak, dilanjut dengan Cator (beca-motor) 10ribu/pp, kami pun akhirnya sampai dengan selamat sentausa. Melihat bapak penjaja buku, pacar saya langsung tergerak hatinya lantas menyuruh saya membeli salah satu buku dagangannya. Saya pun memilih salah satu buku dengan cover berwarna biru. Seraya membolak-balik halaman buku, sesekali saya curi-curi pandang pada si bapak penjaja buku *kedip-kedip*. Lalu, saya memberanikan diri untuk mendekati si bapak, bukan untuk PEDEKATE, melainkan untuk meminta penjelasan yang lebih rinci tentang Candi Prambanan. ya ya ya.. cukup penjelasannya pak, sekarang saya tau mana Candi Brahma,Candi Wisnu, Candi Siwa, dan Candi-candi lainnya. Terimakasih bapak, walopun saya lupa nama bapak, foto ini akan menjadi bukti otentik tentang cerita kita. hihihiihii...

Yah.. itulah sebagian tanda bukti saya di negeri Jokja. Bukan mau pamer, tapi sekedar unjuk saja. *keneh-keneh*. Ahhh... aahh.. Jokja, rasanya saya ingin berlama-lama disana, menghirup nafas sesukanya tanpa peduli siapapun, apapun.. yah barangkali uang, dan mamah serta bapak dirumah yang saya ingat disana (hukumnya Fardhu A'in kalo ini). (Karena eh karena kalo ga ingat mereka, apa kabar si dompet. hahaha). Dan sekarang saya sudah berada di tempat saya semula, bersiap menghadapi kerasnya hidup (alah), bersiap menghadapi kejamnya virus malas, dan bersiap menyambut gelar yang akan segera saya raih.. SEMANGKAAA!!!

JOKJA.. sampai kita berjumpa(litan) !