A Fragile Heart..

Tadi malam, tangisku pecah..
Iya, saat berada di pangkuan suamiku, tangisku pecah tak tertahankan.
Begitu sesegukan, mungkin karena aku sudah tidak tahan untuk menahannya sendiri.
Dia memelukku erat sambil sesekali mengusap kepalaku dengan lembut.
Dia terdiam, iya.. tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya.
Ku dengar nafasnya yang tenang, yang pada akhirnya menenangkan aku.
Ku selesaikan tangisanku, dan ku peluk lagi dirinya dengan erat.
Dalam hatiku aku kecewa, aku marah, tapi entah pada siapa?
Itu yang membuatku kesal.



Setelah tangisku surut, dia membuka kata.
"Kamu sedih kenapa?", tanyanya.
Aku hanya diam, tak memberikan jawaban.
Lalu dia mulai berceloteh perkara harapan kami untuk mempunyai anak dan usaha-usaha yang telah kami lakukan.
Bahwa, semuanya tidak ada yang sia-sia.
"Anak itu rejeki, rejeki itu kita ga pernah tau kapan datangnya, bisa minggu depan, bulan depan, tahun depan, kita ga pernah tau. Kita ga akan bisa minta hari ini trus langsung ada besok.. Ga bisa. Yang bisa kita lakuin cuman usaha dan berdoa. Udah, itu aja."
"Aku juga tauuu itu.... but I'm bored with my life!"
"Istigfaaarrr.. Nanti Allah ambil nikmat hidup kamu satu-persatu loh.. Makanya banyak bersyukur deh, atas semua nikmat hidup yang udah kamu punya selama ini, nanti Allah bakal nambah lagi nikmatnya."
He slapped me in the face (not literally).

Aku diam.
Mencoba mencerna kata-katanya lebih dalam,
ku runut mundur untuk semua nikmat-nikmat yang aku abaikan selama ini,
nikmat hidup,
nikmat hidup sehat,
nikmat hidup berkecukupan,
nikmat berbicara,
nikmat mengecap,
nikmat merasa,
nikmat melihat,
nikmat mendengar,
nikmat yang mungkin ga semua orang bisa dapatkan.
Iya.
Aku selalu mencari-cari hal yang bisa menggenapkan nikmat yang sudah ada, sampai-sampai aku melupakan segala nikmat yang sudah kupunyai.
Ibaratnya,
Aku sudah punya uang 950.000 rupiah, tapi aku selalu ingin menggenapkannya menjadi 1000.000.
Merasa tidak bahagia dengan tidak adanya si 50.000 rupiah,
dan lupa bahwa aku masih punya uang dengan bagian lebih banyak.
Iyaa.. aku sudah melupakan semua nikmat yang ada selama ini.
Karena rasa-rasanya hanya itu yang bisa menggenapkan bahagiaku.
Sampai-sanpai, aku lupa bahwa ada orang-orang yang sangat menyayangiku yang bisa menjadi sumber bahagiaku.
Suamiku,
Orangtuaku,
Adikku.
Keluargaku..


Astagfirullah Hal adzim.. Astagfirullah Hal Adzim..Astagfirullah Hal Adzim..