"Ihh.. Kenapa milih sastra??"
"Hey, kamu bukan 'dia' yg cocok ada di jurusan ini, udah pindah aja"
"Pasti kamu terpengaruh si maha dosen itu ya?"
Yah, begitulah sepenggal komentar dari para tetua yang (mungkin) terkaget-kaget dengan pilihan saya.
hm.. Saya sendiri terheran-heran dengan komentar itu. Memangnya apa yg salah dengan pilihan saya.
"Saha maneh? Kumaha aing we!" (Ingin rasanya melontarkan kata-kata itu)
tapi oh tapi, tak perlu membuat masalah dengan para senior rasanya.
Menjadi suatu keharusan bagi kami, mahasiswa/i semester VII untuk memilih salah satu jalan yang harus kami yakini (nantinya).
Dengan diberikan 4 pilihan, diantaranya :
1. Sastra
2. Linguistics 1
3. Linguistics 2
4. Linguistics 3
Dan saya, sebagai mahasiswi semester 7 dengan langkah tertatih-tatih namun cukup mantap memberanikan diri untuk menjatuhkan pilihan pada no.1
Yes! SASTRA !
Dengan ini pula, muncullah komentar-komentar seperti diatas.
Ketika si tertua menganggap bahwa saya terpengaruh, otak saya berputar.
Loh loh? Memangnya apa yg salah dengan 'terpengaruh' bukankah itu hal yg wajar, lumrah, alamiah?
Memangnya dia sendiri tidak terpengaruh? (*devilish laugh* come out)
Suka belajar pinter deh deh !
Hidup ini dilingkupi oleh beragam Pengaruh, bukan? dan 3M tentunya : memilih, memilah dan memutuskan.
Bahwa ketika suatu pengaruh baru masuk dan kita melihat bahwa pengaruh ini dapat diterima keberadaannya dalam nalar kita. Sehingga membuat kita cukup yakin untuk memilih pengaruh itu dan memilah diantara yg lainnya, lalu kita memutuskan. Yah, otak saya berterima.
Bukankah itu hal yg wajar?
Seperti halnya seorang preman yang berada di lingkungan pesantren, bergaul dan bertukar pikiran dengan warga pesantren. Hal ini, sedikit banyak (tidak sedikit tidak banyak) memberi pengaruh pada si preman tersebut. Dan ketika si preman kembali ke jalan yang (sebelumnya) memang benar. Maka, si preman telah terpengaruh oleh hal positif yg ada. Salahkah si preman?
Hm... Bicara soal 'memilih'. Bisa dibilang saya (sedikit) benci dengan hal ini.
Otak saya kacau ketika dihadapkan pada suatu pilihan. Memilih dan memilah satu hal diantara yang lainnya.
Err, I do hate it!
Kalo boleh milih, ya mending gada pilihan.
Lurus-lurus aja. Gak ada rasa takut, khawatir akan salah pilihan.
Itu juga ya kalo boleh milih.
Nah lo! Milih-milih juga kan?
Yah, hidup itu pilihan bukan? Bukan begitu? Begitu bukan?
Memilih belok kanan, atau kiri. (Karena, klo lurus terus ya nabrak meurrr!)
Memilih warna biru, daripada hitam. (Dan menjadikan biru sebagai warna faporit)
Memilih rambut berponi, daripada belah tengah. (Karena eh karena, dunia silau jikalau poni ditiadakan)
Memilih menjadi cantik atau jelek. (Nah. Klo ini namanya kodrat, dan bukan pilihan)
Serba-serbi memilih, karena kalo tidak memilih tidak gaul dan tidak hidup dan tidak diakui keberadaannya sebagai mahluk hidup ber-kaki, ber-tangan, ber-telinga, ber-rambut dan ber-bicara serta ber-ber lainnya. Namun tidak hi-ber layaknya burung dara (hadeh)
Hak Memilih.
Menjadi pembeda antara saya, sebagai manusia dengan kamu, sebagai binatang. Hahaha.
Bisa kita bayangkan, (bisa tidak? Coba sok coba) ketika binatang atau tumbuhan diberi hak istimewa : hak untuk memilih layaknya kita para manusia.
Bisa dibayangkan kaann??
Ketika setangkai 'bunga raflesia arnoldi' memilih untuk menjadi wangi dan tidak menjadi bau seperti sekarang adanya. (Pasti gakan disebut bunga bangkai). Betapa tidak lucunya nanti ujug-ujug disebut 'bunga wangi'
Ketika seekor 'zebra' memilih untuk tidak mempunyai warna belang-belang karena dia ingin disetarakan dengan kuda lainnya. Sehingga dia merasa sama dan tidaklah berbeda. Coba bayangkan. Spesies itu seketika lenyap! (Gakan ada lagi meur Zebra)
Yahh..
Maka dari maka, saya sebagai manusia merasa bersyukur telah diberi hak istimewa ini.
Sekarang,
Yes, saya telah terpengaruh oleh sesuatu yg berterima di nalar saya.
Yes, saya telah terpengaruh untuk meyakini ini sebagai pilihan saya.
It sounds 'click' in my head.
And Yes, saya memilih.
Saya memilih pengutamaan SASTRA sebagai jalan yang akan saya lalui sampai ke garis finish.
Tak perlu ragu dan meragukan akan apa yg saya pilih.
Tak perlu menunjukan ekspresi yang (kiranya) menjatuhkan mental saya.
Tak perlu berucap 'kenapa'
Karena untuk menjelaskan 'kenapa' saya butuh waktu dan energi yg cukup banyak.
Yah.
Pengaruh.
Memilih. Memilah. Dan memutuskan.
-mahasiswi semester 7-
(Yg tiba-tiba galau di hari lebaran)
*teras dan hujan*
No comments:
Post a Comment